By Risman | At 20.24 | Label :
Bhs. Indonesia
| 0 Comments
Kata drama berasal dari
bahasa Greek; tegasnya dari kata
kerja dran yang berarti “berbuat, to act atau to do”.
Drama berarti perbuatan, tindakan, atau beraksi (action). Drama cenderung memiliki
pengertian ke seni sastra. Di dalam seni sastra, drama setaraf dengan jenis
puisi, prosa/esai. Drama juga berarti suatu kejadian atau peristiwa tentang
manusia. Cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada
pentas dengan menggunakan percakapan dan action
dihadapan penonton (audience).
Drama sebagai bentuk pertunjukan melukiskan sifat
manusia dengan gerak
dan segala hal yang mendukungnya. Berdasarkan penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa drama pada dasarnya adalah salah satu cabang seni sastra yang
mementingkan dialog, gerak, dan perbuatan menjadi suatu lakon yang dipentaskan di atas
panggung.
Unsur-unsur drama pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan unsur-unsur
dalam prosa fiksi. Unsur-unsur tersebut adalah unsur pembangun yang datang dari dalam teks
drama itu atau sering disebut sebagai unsur intrinsik dan unsur pembangun yang
datang dari luar teks drama atau sering disebut unsur ekstrinsik.
a.
Unsur
Intrinsik
Unsur-unsur intrinsik drama meliputi plot atau alur, tokoh atau karakter, dialog, latar atau setting,
tema, dan amanat. Naskah drama dapat dipentaskan apabila dilengkapi keterangan lakuan (lakon) sebagai unsur gerak atau action, tata
busana dan tata rias, tata panggung, tata bunyi atau suara, dan tata lampu atau
sinar. Berikut
ini akan dipaparkan unsur pembangun drama .
1) Alur
Alur adalah urutan cerita
dan peristiwa yang saling berhubungan secara kausalitas atau ada jalinan
sebab-akibat antara peristiwa yang satu dengan lainnya. Tahapan alur dalam
drama dikenal dengan nama eksposisi,
komplikasi, dan klimaks.
Pemaparan/
eksposisi,
adalah bagian awal naskah drama yang berisi keterangan mengenai tokoh serta
latar. Dalam tahapan ini pengarang memperkenalkan para tokoh, menjelaskan
tempat peritiwa, memberikan gambaran peristiwa yang akan terjadi. Bagian alur
drama ini berfungsi untuk mengantar penonton ke dalam persoalan utama yang
menjadi isi cerita drama tersebut.Eksposisi
mendasari dan mengatur gerak dalam masalah-masalah waktu dan tempat. Eksposisi
memperkenalkan pelaku, yang akan dikembangkan dalam bagian utama lakon itu, dan
memberikan suatu indikasi resolusi.
Komplikasi
bertugas mengembangkan konflik. Tahapan ini muncul ketika ada kekuatan,
kemauan, sikap, atau pandangan yang saling bertentangan. Bentuknya berupa peristiwa
yang segera terjadi setelah bagian eksposisi berakhir dan mulai muncul konflik.
Pelaku utama mengalami gangguan, penghalang dalam mencapai
tujuannya, membuat kekeliruan, yang akhirnya kita dapat meneliti tipe manusia
bagaimanakah sang tokoh itu.
Klimaks/krisis
atau turning point adalah titik puncak cerita. Bagian
ini merupakan tahapan ketika pertentangan yang terjadi mencapai titik
optimalnya. Peristiwa dalam tahap ini dipandang dari segi tanggapan emosional
penonton, menimbulkan puncak ketegangan. Klimaks merupakan puncak rumitan yang
diikuti oleh krisis atau titik balik. Tahap ini ditandai oleh perubahan alur
cerita. Ujung dari klimaks adalah peleraian/resolusi
yang menunjukkan perkembangan lakuan ke arah pemecahan konflikaau masalah.
Dalam tahap ini ketegangan menurun. Ketegangan emosional menyusut. Suasana
panas mulai mendingin, menuju kembali ke keadaan semula seperti sebelum terjadi
pertentanganAkhir pertunjukan mungkin berupa happy end, mungkin
sebaliknya unhappy-end.
2) Tokoh dan Penokohan
Tokoh
adalah pelaku cerita yang menggerakan plot dari suatu tahapan ke tahapan lain.
Kalau drama sebagai naskah dipentaskan, tokoh itu akan diperagakan seorang
pelaku atau aktor. Pada saat itu, karakteristik dari karakter-karakter akan
semakin jelas dan hidup daripada karakteristik tokoh dalam prosa fiksi.
Drama menggambarkan tokoh-tokoh cerita sebagai
tiruan yang dipentaskan secara jelas, konkret, lebih hidup. Tokoh-tokoh yang ditampilkan itu
tidak saja dimaknai dari bentuk tubuh
juga ditentukan oleh gerak-gerik, mimik atau gerak
raut muka, bahkan suara pun member makna terhadap keberhasilan tokoh dan
penokohan .
Tokoh-tokoh dalam drama dapat
digolongkan berdasarkan perannya dalam lakuan, dan berdasarkan fungsinya dan
sifatnya dalam lakon. Berdasarkan sifat tokoh dalam lakuan kita mengenal tiga macam tokoh,
yaitu: tokoh protagonis, tokoh antagonis, dan tokoh tritagonis, sedangkan
berdasarkan fungsinya tokoh utama akan berhasil bila didukung oleh tokoh
sampingan.
Tokoh protagonis adalah
tokoh yang pertama-tama berprakarsa dan berperan sebagai penggerak lakuan. Dalam
sebuah lakon biasanya tokoh ini dibantu oleh tokoh-tokoh lainnya yang ikut
terlibat dalam lakuan. Karena perannya sebagai protagonis, maka ia merupakan
tokoh yang pertama-tama akan menghadapi masalah dan terbelit dengan
kesulitan-kesulitan. Tokoh ini biasanya merupakan tokoh kebajikan yang diharapkan
mendapatkan simpati dan empati penonton.
Tokoh antagonis adalah tokoh yang berperan sebagai penghalang dan masalah bagi
protagonis.
Tokoh tritagonis adalah tokoh yang berpihak pada protagonis atau antagonis, atau
berfungsi menjadi penengah pertentangan antara kedua golongan tokoh tersebut.
3)
Dialog atau Percakapan
S. Effendi
dalam Liberatus berpendapat bahwa ciri utama sebuah drama adalah dialog. Hal
tersebut menandakan pentingnya dialog dalam drama. Terdapat beberapa macam fungsi dialog dalam
drama antara lain:
a) Melukiskan watak tokoh-tokoh dalam cerita tersebut.
b) Mengembangkan dan menggerakan plot serta menjelaskan isi cerita drama
kepada pembaca atau penonton.
c) Memberikan isyarat peristiwa yang mendahului.
d) Memberikan isyarat peristiwa yang
akan datang.
e) Memberikan komentar terhadap peristiwa yang sedang terjadi dalam drama
tersebut.
Diksi atau pilihan kata
yang digunakan dalam dialog hendaknya dipilih sesuai dengan dramatic-action. Panjang pendeknya
kata-kata dalam dialog berpengaruh terhadap konflik yang dibawakan lakon. Pada
awal kisahan boleh saja disajikan dialog-dialog panjang. Akan tetapi, mendekati
titik klimaks dialog-dialog harus dikurangi, dibuat lebih pendek-pendek agar
penggawatan kisah dapat dirasakan penonton. Dengan demikian panjang pendeknya
kalimat sangat berpengaruh terhadap irama drama
4) Latar
Latar yang juga
disebut setting ini mengacu pada
segala keterangan tentang waktu, tempat, dan suasana peristiwa dalam drama. Penjelasan bagaimana waktu, tempat, dan suasana, biasanya dalam naskah drama dituliskan. Bila drama itu
dipentaskan, hal-hal tersebut diwujudkan dalam bentuk tata panggung, tata
lampu, dan tata suara/bunyi.
5)
Tema dan Amanat
Tema adalah gagasan pokok
yang penyampaiannya sangat didukung oleh jalinan unsur tokoh, plot, dan latar
cerita. Sejalan dengan itu, Waluyo
(2001: 24) mengemukakan bahwa dalam drama, tema dikembangkan melalui alur dramatik
dalam plot melalui tokoh-tokoh protagonis dan antagonis dengan perwatakan yang
memungkinkan konflik dan diformulasikan dalam bentuk dialog.
Amanat adalah pesan yang
ingin disampaikan oleh pengarang. Bagaimana jalan keluar yang diberikan
pengarang terhadap permasalahan rumit yang dipaparkannya itulah amanat. Dengan
demikian, amanat erat kaitannya dengan makna (significance) sedangkan tema berhubungan dengan arti (meaning) dari karya yang kita baca atau
kita tonton.Amanat bersifat subjektif, dan tema lebih bersifat objektif.
b. Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik ialah
unsur luar yang dapat menjadi bahan pengarang dalam menciptakan karya sastra
atau menjadi pertimbangan bagi pembaca, antara lain biografi pengarang,
pemikiran, dan unsur sosial budaya masyarakatnya (Wellek & Warren, 1989: 82-153).[T1]
1) Biografi Pengarang
Menurut Wellek & Warren
[T2] mengemukakan penyebab
lahirnya suatu karya sastra (termasuk drama) adalah pengarangnya sendiri. Biografi
sang pengarang dapat dipergunakan untuk menerangkan dan menjelaskan proses
terciptanya suatu karya sastra. Biografi pengarang itu dianggap mampu menerangkan
dan menjelaskan proses penciptaan karya sastra untuk memberi masukan tentang
penciptaan karyanya.
2) Pemikiran
Sastra sering dilihat
sebagai suatu bentuk filsafat, atau sebagai pemikiran yang terbungkus dalam
bentuk khusus. Dengan kata lain, sastra sering dianggap pemberi ide dan mengungkapkan
pemikiran-pemikiran yang hebat, baik pemikiran yang berdasar kepada psikologis maupun
yang berdasar kepada filsafat.
Secara langsung ataupun secara
tidak langsung pembaca dapat mengetahui pemikiran yang dituangkan pada satra melalui
kiasan-kiasan dalam karyanya. Tidak jarang pembaca mengerahui tentang pengarang
bahwa ia menganut aliran filsafat tertentu atau mengetahui garis besar ajaran dan paham-paham tertentu.
3)
Sosial Budaya Masyarakat
Unsur ekstrinsik lain yang paling banyak
dipermasalahkan adalah unsur yang berkaitan dengan latar sosial budaya
masyarakat yang terkait dengan karya sastra. Hal tersebut karena adanya hubungan timbal balik antara pengarang,
sastra, dan masyarakat. Hubungan timbal balik itu di antaranya: (1) menyangkut
posisi sosial masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca termasuk di
dalamnya faktor-faktor sosial yang bisa mempengaruhi pengarang sebagai
perseorangan di samping mempengaruhi isi karya sastranya, yang disebutnya
sebagai konteks sosial pengarang; (2) menyangkut sejauh mana karya sastra
dianggap sebagai pencerminan keadaan masyarakat, yang disebutnya sebagai sastra
sebagai cermin masyarakat; dan (3) menyangkut sampai seberapa jauh nilai sastra
berkaitan dengan nilai sosial, dan sampai seberapa jauh nilai sastra
dipengaruhi oleh nilai sosial, dan sampai seberapa jauh pula sastra dapat
berfungsi sebagai alat penghibur dan sekaligus sebagai pendidikan bagi
masyarakat pembacanya