Selasa, 28 Mei 2013

Apresiasi Drama

By Risman | At 20.24 | Label : | 0 Comments
  
  Pengertian dari Drama
Kata drama berasal dari bahasa Greek; tegasnya dari kata kerja dran yang berarti “berbuat, to act atau to do”. Drama berarti perbuatan, tindakan, atau beraksi (action). Drama cenderung memiliki pengertian ke seni sastra. Di dalam seni sastra, drama setaraf dengan jenis puisi, prosa/esai. Drama juga berarti suatu kejadian atau peristiwa tentang manusia. Cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan action dihadapan penonton (audience).
Drama sebagai bentuk pertunjukan melukiskan sifat manusia dengan gerak dan segala hal yang mendukungnya. Berdasarkan penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa drama pada dasarnya adalah salah satu cabang seni sastra yang mementingkan dialog, gerak, dan perbuatan menjadi  suatu lakon yang dipentaskan di atas panggung.
Unsur-unsur drama pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan unsur-unsur dalam prosa fiksi. Unsur-unsur tersebut adalah  unsur pembangun yang datang dari dalam teks drama itu atau sering disebut sebagai unsur intrinsik dan unsur pembangun yang datang dari luar teks drama atau sering disebut unsur ekstrinsik.
a.   Unsur Intrinsik
Unsur-unsur intrinsik drama meliputi plot atau alur, tokoh atau karakter, dialog, latar atau setting, tema, dan amanat. Naskah drama dapat dipentaskan apabila dilengkapi keterangan lakuan (lakon) sebagai unsur gerak atau action, tata busana dan tata rias, tata panggung, tata bunyi atau suara, dan tata lampu atau sinar. Berikut ini akan dipaparkan unsur pembangun drama .
1) Alur
Alur adalah urutan cerita dan peristiwa yang saling berhubungan secara kausalitas atau ada jalinan sebab-akibat antara peristiwa yang satu dengan lainnya. Tahapan alur dalam drama dikenal dengan nama eksposisi, komplikasi, dan klimaks.
Pemaparan/ eksposisi, adalah bagian awal naskah drama yang berisi keterangan mengenai tokoh serta latar. Dalam tahapan ini pengarang memperkenalkan para tokoh, menjelaskan tempat peritiwa, memberikan gambaran peristiwa yang akan terjadi. Bagian alur drama ini berfungsi untuk mengantar penonton ke dalam persoalan utama yang menjadi isi cerita drama tersebut.Eksposisi mendasari dan mengatur gerak dalam masalah-masalah waktu dan tempat. Eksposisi memperkenalkan pelaku, yang akan dikembangkan dalam bagian utama lakon itu, dan memberikan suatu indikasi resolusi.
Komplikasi bertugas mengembangkan konflik. Tahapan ini muncul ketika ada kekuatan, kemauan, sikap, atau pandangan yang saling bertentangan. Bentuknya berupa peristiwa yang segera terjadi setelah bagian eksposisi berakhir dan mulai muncul konflik. Pelaku utama mengalami gangguan, penghalang dalam mencapai tujuannya, membuat kekeliruan, yang akhirnya kita dapat meneliti tipe manusia bagaimanakah sang tokoh itu.
Klimaks/krisis atau turning point adalah titik puncak cerita. Bagian ini merupakan tahapan ketika pertentangan yang terjadi mencapai titik optimalnya. Peristiwa dalam tahap ini dipandang dari segi tanggapan emosional penonton, menimbulkan puncak ketegangan. Klimaks merupakan puncak rumitan yang diikuti oleh krisis atau titik balik. Tahap ini ditandai oleh perubahan alur cerita. Ujung dari klimaks adalah peleraian/resolusi yang menunjukkan perkembangan lakuan ke arah pemecahan konflikaau masalah. Dalam tahap ini ketegangan menurun. Ketegangan emosional menyusut. Suasana panas mulai mendingin, menuju kembali ke keadaan semula seperti sebelum terjadi pertentanganAkhir pertunjukan mungkin berupa happy end, mungkin sebaliknya unhappy-end.
2) Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah pelaku cerita yang menggerakan plot dari suatu tahapan ke tahapan lain. Kalau drama sebagai naskah dipentaskan, tokoh itu akan diperagakan seorang pelaku atau aktor. Pada saat itu, karakteristik dari karakter-karakter akan semakin jelas dan hidup daripada karakteristik tokoh dalam prosa fiksi.
Drama menggambarkan tokoh-tokoh cerita sebagai tiruan yang dipentaskan secara jelas, konkret, lebih hidup.  Tokoh-tokoh yang ditampilkan itu tidak saja dimaknai dari bentuk tubuh juga ditentukan oleh gerak-gerik, mimik atau gerak raut muka, bahkan suara pun member makna terhadap keberhasilan tokoh dan penokohan .
Tokoh-tokoh dalam drama dapat digolongkan berdasarkan perannya dalam lakuan, dan berdasarkan fungsinya dan sifatnya dalam lakon. Berdasarkan sifat tokoh  dalam lakuan kita mengenal tiga macam tokoh, yaitu: tokoh protagonis, tokoh antagonis, dan tokoh tritagonis, sedangkan berdasarkan fungsinya tokoh utama akan berhasil bila didukung oleh tokoh sampingan. 
Tokoh protagonis adalah tokoh yang pertama-tama berprakarsa dan berperan sebagai penggerak lakuan. Dalam sebuah lakon biasanya tokoh ini dibantu oleh tokoh-tokoh lainnya yang ikut terlibat dalam lakuan. Karena perannya sebagai protagonis, maka ia merupakan tokoh yang pertama-tama akan menghadapi masalah dan terbelit dengan kesulitan-kesulitan. Tokoh ini biasanya merupakan  tokoh kebajikan yang diharapkan mendapatkan simpati dan empati penonton.
Tokoh antagonis adalah tokoh yang berperan sebagai penghalang dan masalah bagi protagonis.
Tokoh tritagonis adalah tokoh yang berpihak pada protagonis atau antagonis, atau berfungsi menjadi penengah pertentangan antara kedua golongan tokoh tersebut.
3) Dialog atau Percakapan
S. Effendi dalam Liberatus berpendapat bahwa ciri utama sebuah drama adalah dialog. Hal tersebut menandakan pentingnya dialog dalam drama.  Terdapat beberapa macam fungsi dialog dalam drama antara lain:
a)  Melukiskan watak tokoh-tokoh dalam cerita tersebut.
b)  Mengembangkan dan menggerakan plot serta menjelaskan isi cerita drama kepada pembaca atau penonton.
c)  Memberikan isyarat peristiwa yang mendahului.
d)  Memberikan isyarat peristiwa yang  akan datang.
e)  Memberikan komentar terhadap peristiwa yang sedang terjadi dalam drama tersebut.
Diksi atau pilihan kata yang digunakan dalam dialog hendaknya dipilih sesuai dengan dramatic-action. Panjang pendeknya kata-kata dalam dialog berpengaruh terhadap konflik yang dibawakan lakon. Pada awal kisahan boleh saja disajikan dialog-dialog panjang. Akan tetapi, mendekati titik klimaks dialog-dialog harus dikurangi, dibuat lebih pendek-pendek agar penggawatan kisah dapat dirasakan penonton. Dengan demikian panjang pendeknya kalimat sangat berpengaruh terhadap irama drama
4) Latar
Latar yang juga disebut setting ini mengacu pada segala keterangan tentang waktu, tempat, dan suasana peristiwa dalam drama. Penjelasan bagaimana waktu, tempat, dan suasana, biasanya dalam naskah drama dituliskan. Bila drama itu dipentaskan, hal-hal tersebut diwujudkan dalam bentuk tata panggung, tata lampu, dan tata suara/bunyi.

5) Tema dan Amanat
Tema adalah gagasan pokok yang penyampaiannya sangat didukung oleh jalinan unsur tokoh, plot, dan latar cerita. Sejalan dengan itu,  Waluyo (2001: 24) mengemukakan bahwa dalam drama, tema dikembangkan melalui alur dramatik dalam plot melalui tokoh-tokoh protagonis dan antagonis dengan perwatakan yang memungkinkan konflik dan diformulasikan dalam bentuk dialog.
Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Bagaimana jalan keluar yang diberikan pengarang terhadap permasalahan rumit yang dipaparkannya itulah amanat. Dengan demikian, amanat erat kaitannya dengan makna (significance) sedangkan tema berhubungan dengan arti (meaning) dari karya yang kita baca atau kita tonton.Amanat bersifat subjektif, dan tema lebih bersifat objektif.
b.  Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik ialah unsur luar yang dapat menjadi bahan pengarang dalam menciptakan karya sastra atau menjadi pertimbangan bagi pembaca, antara lain biografi pengarang, pemikiran, dan unsur sosial budaya masyarakatnya (Wellek & Warren, 1989: 82-153).[T1] 
1) Biografi Pengarang
Menurut Wellek & Warren [T2] mengemukakan penyebab lahirnya suatu karya sastra (termasuk drama) adalah pengarangnya sendiri. Biografi sang pengarang dapat dipergunakan untuk menerangkan dan menjelaskan proses terciptanya suatu karya sastra. Biografi pengarang itu dianggap mampu menerangkan dan menjelaskan proses penciptaan karya sastra untuk memberi masukan tentang penciptaan karyanya.
2) Pemikiran
Sastra sering dilihat sebagai suatu bentuk filsafat, atau sebagai pemikiran yang terbungkus dalam bentuk khusus. Dengan kata lain, sastra sering dianggap pemberi ide dan mengungkapkan pemikiran-pemikiran yang hebat, baik pemikiran yang berdasar kepada psikologis maupun yang berdasar kepada filsafat.
Secara langsung ataupun secara tidak langsung pembaca dapat mengetahui pemikiran yang dituangkan pada satra melalui kiasan-kiasan dalam karyanya. Tidak jarang pembaca mengerahui tentang pengarang bahwa ia menganut aliran filsafat tertentu atau mengetahui garis besar ajaran  dan paham-paham tertentu.

3) Sosial Budaya Masyarakat
Unsur ekstrinsik lain yang paling banyak dipermasalahkan adalah unsur yang berkaitan dengan latar sosial budaya masyarakat yang terkait dengan karya sastra. Hal tersebut karena adanya hubungan timbal balik antara pengarang, sastra, dan masyarakat. Hubungan timbal balik itu di antaranya: (1) menyangkut posisi sosial masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca termasuk di dalamnya faktor-faktor sosial yang bisa mempengaruhi pengarang sebagai perseorangan di samping mempengaruhi isi karya sastranya, yang disebutnya sebagai konteks sosial pengarang; (2) menyangkut sejauh mana karya sastra dianggap sebagai pencerminan keadaan masyarakat, yang disebutnya sebagai sastra sebagai cermin masyarakat; dan (3) menyangkut sampai seberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial, dan sampai seberapa jauh nilai sastra dipengaruhi oleh nilai sosial, dan sampai seberapa jauh pula sastra dapat berfungsi sebagai alat penghibur dan sekaligus sebagai pendidikan bagi masyarakat pembacanya

Apresiasi Puisi

By Risman | At 20.07 | Label : | 0 Comments





  Apresiasi Puisi
a.  Ciri-ciri puisi 
Berdasarkan sejarah perpuisian Indonesia modern, puisi dapat dibagi menjadi: Puisi Lama, Puisi Baru, dan Puisi Kontemporer. Sesuai dengan tujuan, pembahasan apresiasi puisi ini dibatasi pada jenis, ciri-ciri, dan contoh-contoh  Puisi Lama dan  Puisi Baru.
1)  Puisi Lama
Puisi Lama sering disebut juga puisi Melayu lama adalah puisi yang memancarkan kehidupan masyarakat lama, adat istiadat, dan kebiasaan masyarakat lama (Alisjahbana,1954: 4). Kita mengenal beberapa jenis puisi, antara lain: pantun, syair, gurindam, dan talibun.
Pantun adalah jenis puisi lama yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
(a)   setiap bait terdiri atas empat larik/baris;
(b)   setiap larik terdiri atas 8 - 12 suku kata;
(b)  memiliki rima akhir  (persamaan bunyi)  /a/-/b/-/a/-/b/;
(c) tiap larik biasanya terdiri atas empat kata; (d) larik pertama dan kedua merupakan sampiran (semacam teka-teki), sedangkan larik ketiga dan keempat merupakan isi. Berikut beberapa contohnya.
Elok rupanya si kumbang jati
dibawa itik pulang petang
Tidak terkata besar hati
melihat ibu sudah datang

Hiu beli belanak pun beli
udang di Manggung beli pula
Adik benci kakak pun benci
orang di kampung benci pula

Menilik ragam isinya ada tiga macam jenis pantun, yaitu: pantun anak-anak, pantun orang muda, dan pantun orangtua. Pantun anak-anak dapat dirinci menjadi pantun bersukacita dan pantun berdukacita. Pantun orang muda dapat dibagi menjadi pantun dagang/nasib, pantun muda, dan pantun jenaka. Adapun pantun muda masih dapat digolongkan ke dalam pantun berkenalan, pantun berkasih-kasihan, pantun perceraian, dan pantun beriba hati. Sementara itu, pantun orangtua dapat dibagi menjadi pantun nasihat, pantun adat, dan pantun agama.
Beberapa contoh pantun berikut ini dapat Anda tebak termasuk jenis yang mana.
Ada papaya ada mentimun
Ada mangga ada salak
Daripada duduk melamun
Mari kita membaca sajak

Pecah ombak di Tanjung Cina
menghempas pecah di tepian
Biarlah makan dibagi dua
asalkan adik jangan tinggalkan

Pulau Pandan jauh di tengah
di balik Pulau Angsa Dua
Hancur badan di kandung tanah
budi baik terkenang jua

Syair adalah jenis puisi lama yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) setiap baitnya terdiri atas empat larik; (b) mempunyai rima yang sama setiap lariknya, yaitu /a/-/a/-/a/-/a/; (c) semua larik merupakan isi, biasanya tidak selesai dalam satu bait karena digunakan untuk menyampaikan suatu cerita; (d) isinya berupa cerita yang mengandung unsur mitos, sejarah, agama/falsafah, atau rekaan belaka. Contoh syair misalnya: Syair Singapura Dimakan Api (sejarah), Syair Perahu (berisi ajaran agama), Syair Bidadari (rekaan), Syair Ken Tambunan (rekaan), dan lain-lain. Berikut dikutipan dua bait dari Syair Ken Tambunan.
Lalulah berjalan Ken Tambuhan
Diiringkan penghibur dengan tandahan
Lemah lembut berjalan perlahan
Lakunya manis memberi kasihan

Tunduk menangis segala putri
Masing-masing berkata sama sendiri
Jahatnya perangai permaisuri
Lakunya seperti jin dan peri

Gurindam adalah jenis puisi lama yang mempunyai ciri-ciri: (a) setiap bait terdiri atas dua larik; (b) setiap bait berima akhir /a/-/a/; (c) larik pertama merupakan sebab atau syarat, sedangkan larik kedua merupakan akibat atau simpulan; (d)  kedua larik merupakan kesatuan yang utuh, dan isinya biasanya berupa nasihat tentang keagamaan, budi pekerti, pendidikan, moral, dan tingkah laku. Gurindam yang paling terkenal adalah Gurindam Dua Belas yang dikarang oleh Raja Ali Haji yang terdiri atas dua belas pasal. Berikut dikutipkan gurindam pasal II dan IV dari Gurindam Dua Belas.
II
Barangsiapa meninggalkan sembahyang
seperti rumah tiada bertiang

Barangsiapa meninggalkan zakat
tiadalah hartanya beroleh berkat

IV
Hati itu kerajaan di dalam tubuh
jikalau lalim, segala anggota pun rubuh

Pekerjaan marah jangan dibela
nanti hilang akal di kepala

Talibun adalah jenis puisi lama yang mempunyai ciri-ciri: (a) setiap baitnya terdiri atas 6, 8, 10 larik lebih, bahkan sampai ada talibun yang satu baitnya terdiri atas 20 larik; (b) mempunyai sampiran dan isi; (c) rumus rimanya abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde, dan seterusnya; (d)  terdiri dari dua bagian, bagian sampiran dan bagian isinya. Jadi, talibun yang terdiri dari 6 larik misalnya, tiga larik pertama merupakan sampiran, sedangkan 3 larik berikutnya merupakan isinya. Isinya bervariasi. Ada yang mengisahkan kebesaran/kehebatan sesuatu tempat, keajaiban sesuatu benda/peristiwa, kehebatan/kecantikan seseorang, dan kelakuan serta sikap manusia. Berikut dikutipkan berapa contoh talibun.
Contoh talibun 6 larik (abc-abc).
Kalau anak pergi ke lepau
Yu beli belanak pun beli
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi merantau
Ibu cari sanak pun cari
Induk semang cari dahulu



2)  Puisi Baru
Puisi-puisi pada periode Pujangga Baru dikenal sebagai puisi baru. Ciri-cirinya antara lain:
a) para penyairnya sudah tidak lagi menulis puisi dalam bentuk pantun, syair, atau gurindam;
b) jenis puisinya mengikuti bentuk baru seperti distichon (2 larik), tersina (3 larik), quartrain (4 larik), quint (5 larik), sextet (6 larik), septima (7 larik), oktaf (8 larik), dan soneta (14 larik);
c) lariknya simetris, penuh rima dan irama;
d) pilihan katanya diwarnai dengan kata-kata yang indah-indah;
e) bahasa kiasan yang banyak dimanfaatkan adalah perbandingan.
Para penyairnya antara lain: Amir Hamzah, SutanTakdir Alisjahbana, J.E. Tatengkeng, dan Asmara Hadi.
Sebagai contoh berikut dikutipkan puisi karya J.E. Tatengkeng yang berjudul “Perasaan Seni”.
PERASAAN SENI
                               (J.E. Tatengkeng)
Bagaikan banjir gulung-gemulung
Bagaikan topan seru-menderu
       Demikian Rasa
       Datang semasa
Mengalir, menimbun, mendesak, mengepung
Memenuhi sukma, menawan tubuh

Serasa manis sejuknya embun
Selagu merdu dersiknya angin
       Demikian Rasa
       Datang semasa
Membisik, mengajak aku berpantun
Mendayung jiwa ke tempat diingin

Jika Kau datang sekuat raksasa
Atau Kau menjelma secantik juwita
       Kusedia hati
       Akan berbakti
Dalam tubuh Kau berkuasa
Dalam dada Kau bertakhta

b.  Unsur Intrinsik
Puisi dibangun oleh dua unsur yang saling terkait, yakni struktur batin/makna dan struktur fisik yang berupa bahasa. Struktur fisik terdiri atas: diksi, citraan, bahasa kiasan, rima, irama, dan tipografi; sedangkan struktur batin terdiri atas: tema, perasaan, nada, dan amanat.
Diksi adalah pemilihan kata yang dilakukan oleh penyair. Pilihan itu dilakukan secermat-cermatnya untuk menyampaikan perasaan dan isi pikiran penyair. Ketepatan pilihan kata dapat mengekspresikan jiwa penyair seperti yang dikehendakinya secara maksimal sehingga pembaca pun akan merasakan hal yang sama.
Dalam diksi diperhatikan juga kosa kata, urutan kata, dan daya sugesti kata. Kosa kata dipilih untuk kekuatan ekspresi, menunjukkan ciri khas, suasana batin, dan latar belakang sosio budaya si penyair.   
Citraan atau imaji adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman pancaindra yang menyebabkan pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan sesuatu. Pengimajian ditandai dengan pemakaian kata yang konkret dan khas.
Citraan adalah sebuah efek dalam gambaran angan atau pikiran yang sangat menyerupai gambaran yang dihasilkan oleh ungkapan penyair terhadap sebuah objek yang dapat ditangkap oleh indra penglihatan, pendengaran, perabaan, pencecapan, dan penciuman.
Perhatikan puisi karya Rendra berjudul “Episode” berikut ini.
Episode
Kami duduk berdua
di bangku halaman rumahnya.
Pohon jambu di halaman itu
berbuah dengan lebatnya
dan kami senang memandangnya.
Angin yang lewat
memainkan daun yang berguguran
Tiba-tiba ia bertanya:
"Mengapa sebuah kancing bajumu
lepas terbuka?“
Aku hanya tertawa
Lalu ia sematkan dengan mesra
sebuah peniti menutup bajuku.
Sementara itu
Aku bersihkan
guguran bunga jambu
yang mengotori rambutnya.
(Rendra, Empat Kumpulan Sajak, hlm.18)

Bahasa kiasan mencakup semua jenis ungkapan yang bermakna lain dengan makna harfiahnya, yang bisa berupa kata, ataupun susunan kata yang lebih luas. Bahasa kiasan berfungsi sebagai sarana untuk menimbulkan kejelasan gambaran angan supaya menjadi lebih jelas, menarik, dan hidup. Perhatikan kata-kata yang dicetak miring dalam penggalan kutipan puisi berjudul “Di Meja Makan” karya Rendra berikut ini.
Di Meja Makan
Ia makan nasi dan isi hati
pada mulut terkunyah duka
tatapan matanya pada lain isi meja
lelaki muda yang dirasa
tidak lagi dimilikinya.

Ruang diributi jerit dada
Sambal tomat pada mata
meleleh air racun dosa
….
Ada banyak jenis bahasa kiasan yang dimanfaatkan dalam puisi, misalnya: perbandingan (bahasa kiasan yang menggunakan kata-kata pembanding),  metafora (perbandingan yang tidak menggunakan kata-kata pembanding), dan personifikasi (mempersamakan benda-benda dengan sifat manusia).
Rima adalah persajakan yang terdapat dalam baris atau bait yang berfungsi untuk membentuk orkestrasi, baik berbentuk asonansi (ulangan bunyi vokal pada kata yang berurutan), maupun aliterasi (ulangan bunyi konsonan pada awal kata yang berurutan), dsb.
Irama adalah pertentangan bunyi: tinggi/rendah, panjang/pendek, keras/ lemah yang mengalun dengan teratur dan berulang-ulang sehingga membentuk keindahan; sedangkan tipografi adalah susunan larik yang terikat dalam membentuk bait puisi, bisa satu larik, dua larik, tiga larik, empat larik, dan seterusnya.
Struktur batin puisi terdiri dari: tema,perasaan, nada, dan amanat.
Tema adalah gagasan pokok atau pokok persoalan yang dikemukakan oleh penyairnya. Secara garis besar, tema yang dihadirkan pada puisi meliputi keindahan alam, masalah manusia dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, masalah manusia dalam hubungannya dengan manusia lain, dan masalah manusia dalam hubungannya dengan Tuhan yang menyangkut semangat hidup manusia dalam mempertahankan kehidupannya yang lebih baik dan bermanfaat.
Perasaan adalah sikap penyair terhadap pokok persoalan (objek puisi) yang digarapnya. Unsur perasaan terkait erat dengan unsur tema atau pokok persoalan dalam puisi. Contoh perasaan dapat ditemukan pada puisi apabila penyair mengemukakan perasaannya kepada seseorang, sebagai tanda simpatik atau acuh tak acuh.
Nada adalah sikap penyair terhadap pembacanya (bisa menggurui, penuh kesinisan, mengejek, menyindir, humor, atau secara lugas). Dengan demikian nada sajak sangat erat kaitannya dengan rasa dan pokok persoalan yang dikandung puisi tersebut.
Amanat adalah tujuan atau pesan yang secara eksplisit maupun implisit ingin disampaikan penyair melalui puisi-puisinya kepada pembacanya.

Senin, 27 Mei 2013

Jaringan Pengangkut pada Tumbuhan

By Risman | At 20.00 | Label : | 0 Comments
Jaringan pengangkut (vascular tissue) adalah salah satu dari tiga kelompok jaringan permanen yang dimiliki tumbuhan hijau berpembuluh (Tracheophyta). Jaringan ini disebut juga pembuluh dan berfungsi utama sebagai saluran utama transportasi zat-zat hara yang diperlukan dalam proses vital tumbuhan.
Ada dua kelompok jaringan pengangkut, berdasarkan arah aliran hara. Pembuluh kayu (xilem) mengangkut cairan menuju daun. Sumbernya dapat berasal dari akar (yang utama) maupun dari bagian lain tumbuhan. Pembuluh tapis (floem) mengangkut hasil fotosintesis (terutama gula sukrosa) dan zat-zat lain dari daun menuju bagian-bagian tubuh tumbuhan yang lain. Baik pembuluh kayu maupun pembuluh tapis memiliki beberapa tipe sel yang agak berbeda.
Pada akar dan batang, pembuluh kayu dan tapis biasanya tersusun konsentris: pembuluh kayu berada di bagian dalam sedangkan pembuluh tapis di bagian luarnya. Terdapat beberapa perkecualian pada susunan ini. Sebagian anggota Asteraceae memiliki posisi yang terbalik. Di antara keduanya terdapat lapisan kambium pembuluh/vaskular. Kambium inilah yang merupakan jaringan meristematik yang membentuk kedua jaringan pengangkut tadi.

Pada daun, kedua pembuluh ini akan terletak berdampingan dan jaringannya tersusun pada tulang daun maupun susunan jala yang tampak pada daun. Kedua jaringan ini akan disatukan dalam berkas-berkas (bundles) yang direkatkan oleh pektin dan selulosa. Pada daun jagung dan tumbuhan C4 tertentu lainnya, berkas-berkas ini terlindungi oleh sel-sel khusus – dikenal sebagai sel-sel seludang berkas (bundle sheath) – yang secara fisiologi berperan dalam jalur fotosintesis yang khas. Pembuluh tapis biasanya terletak di sisi bawah (abaksial) atau punggung daun, sedangkan pembuluh kayu berada pada sisi yang lainnya (adaksial). Ini menjadi penyebab kutu daun lebih suka bertengger pada sisi punggung daun karena mereka lebih mudah mencapai pembuluh tapis untuk menghisap gula

Kamis, 23 Mei 2013

Tata Cara Salat Dhuha

By Risman | At 14.08 | Label : | 0 Comments
Tata cara shalat dhuha (disebut juga shalat awwabin) adalah sebagai berikut:

1.      Dilaksanakan pada saat matahari sudah naik kira-kira sepenggal atau setinggi tonggak (maksudnya bukan pada waktu matahari baru terbit), dan berakhir menjelang masuk waktu zhuhur (Berdasarkan HR. Muslim dari Ummu Hani’). Dalam Jadwal Waktu Shalat, waktu shalat dhuha dimulai sekitar setengah jam setelah matahari terbit (syuruq).
2.      Shalat dhuha dapat dilaksanakan sebanyak:
  1. Dua rakaat (berdasarkan HR. Muslim dari Abu Hurairah).
  2. Empat rakaat (berdasarkan HR. Muslim dari 'Aisyah).
  3. Delapan rakaat dengan melakukan salam tiap dua rakaat (berdasarkan HR. Abu Daud dari Ummu Hani’).
  4. Boleh dikerjakan dengan jumlah rakaat yang kita inginkan. Berdasarkan hadis:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الضُّحَى أَرْبَعًا وَيَزِيدُ مَا شَاءَ اللَّهُ. [رواه مسلم]

Artinya: “Diriwayatkan dari 'Aisyah, ia berkata; Rasulullah saw mengerjakan shalat dhuha empat rakaat dan adakalanya menambah sesukanya.” (HR. Muslim)
Al-'Iraqi mengatakan dalam Syarah at-Tirmidzi, "Aku tidak melihat seseorang dari kalangan sahabat maupun tabi'in yang membatasi jumlahnya pada dua belas rakaat. Demikian juga pendapat Imam as-Suyuti, dari Ibrahim an-Nakha'i; bahwa seseorang bertanya kepada Aswad bin Yazid, "Berapa rakaat aku harus shalat dhuha?" Ia menjawab, "terserah kamu". (Fiqh as-Sunnah, jilid 1, hal 251, terbitan Dar al-Fath li al-'Ilam al-Arabi. Hadist-hadist yang menyatakan jumlah rakaatnya dua belas tidak ada yang lepas dari cacat. (Subul as-Salam, juz 2, hal. 19, terbitan Dar al-Kutub al-Ilmiyah)
3.      Sebaiknya tidak dilaksanakan secara terus-menerus setiap hari. Berdasarkan hadis:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَقِيقٍ قَالَ قُلْتُ لِعَائِشَةَ أَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الضُّحَى قَالَتْ لَا إِلَّا أَنْ يَجِيءَ مِنْ مَغِيبِهِ. [رواه مسلم]
Artinya: “Diriwayatkan dari 'Abdullah bin Syaqiq, ia berkata: Aku bertanya kepada 'Aisyah, "Apakah Nabi Saw. selalu melaksanakan shalat dhuha?", 'Aisyah menjawab, "Tidak, kecuali beliau baru tiba dari perjalanannya.” [HR. Muslim]
Syu'bah meriwayatkan dari Habib bin Syahid dari Ikrimah, ia mengatakan; "Ibnu 'Abbas melakukan shalat dhuha sehari dan meninggalkannya sepuluh hari". Sufyan meriwayatkan dari Mansur, ia mengatakan; "Para sahabat tidak menyukai memelihara shalat dhuha seperti shalat wajib. Mereka terkadang shalat dan terkadang meninggalkannya". (Zad al-Ma'ad, juz 1, hal 128, terbitan Dar ar-Royyan li at-Turats)
4.      Shalat dhuha dapat dikerjakan secara berjamaah. Berdasarkan hadis:
عَنْ عِتْبَانِ بْنِ مَالِكٍ وَهُوَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِمَّنْ شَهَدَ بَدْرًا مِنَ اْلأَنْصَارِ أَنَّهُ أَتَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنِّى قَدْ أَنْكَرْتُ بَصَرِي وَأَنَا أُصَلِّى لِقَوْمِي وَإِذَا كَانَتِ اْلأَمْطَارُ سَالَ اْلوَادِى بَيْنِي وَبَيْنَهُمْ وَلَمْ أَسْتَطِعْ أَنْ أَتَى مَسْجِدَهُمْ فَأًُصَلِّي لَهُمْ وَوَدِدْتُ أَنَّكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ تَأْتِي فَتُصَلِّي فِي مُصَلَّى فَأَتَّخِذُهُ مُصَلًى قَالَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: سَأَفْعَلُ إِنْ شَآءَ اللهُ. قَالَ عِتْبَانُ: فَغَدَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيْقُ حِيْنَ ارْتَفَعَ النَّهَارُ فَاسْتَأْذَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَذِنْتُ لَهُ فَلَمْ يَجْلِسْ حَتَّى دَخَلَ الْبِيْتَ ثُمَّ قَالَ: أَيْنَ تُحِبُّ أَنْتُصَلِّي مِنْ بَيْتِكَ. قَالَ: فَأَشَرْتُ إِلَى نَاحِيَةٍ مِنَ الْبَيْتِ فَقَامَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَبَّرَ فَقُمْنَا وَرَاءَهُ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ. [متفق عليه].
Artinya: “Diriwayatkan dari Itban bin Malik ---dia adalah salah seorang shahabat Nabi yang ikut perang Badar dari kalangan Ansar--- bahwa dia mendatangi Rasulullah saw lalu berkata: Wahai Rasulullah, sungguh aku sekarang tidak percaya kepada mataku (maksudnya, matanya sudah kabur) dan saya menjadi imam kaumku. Jika musim hujan datang maka mengalirlah air di lembah (yang memisahkan) antara aku dengan mereka, sehingga aku tidak bisa mendatangi masjid untuk mengimami mereka, dan aku suka jika engkau wahai Rasulullah datang ke rumahku lalu shalat di suatu tempat shalat sehingga bisa kujadikannya sebagai tempat shalatku. Ia meneruskan: Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Akan kulakukan insya Allah”. Itban berkata lagi: Lalu keesokan harinya Rasulullah saw dan Abu Bakar ash-Shiddiq datang ketika matahari mulai naik, lalu beliau meminta izin masuk, maka aku izinkan beliau. Beliau tidak duduk sehingga masuk rumah, lalu beliau bersabda: “Mana tempat yang kamu sukai aku shalat dari rumahmu? Ia berkata: Maka aku tunjukkan suatu ruangan rumah”. Kemudian Rasulullah saw berdiri lalu bertakbir, lalu kami pun berdiri (shalat) di belakang beliau. Beliau shalat dua rakaat kemudian mcngucapkan salam”. [Muttafaq Alaih].
عَنْ عِتْبَانَ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي بَيْتِهِ سُبْحَةَ الضُّحَى فَقَامُوا وَرَاءَهُ فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ. [رواه أحمد والدارقطني وابن خزيمة]

Artinya: “Diriwayatkan dari ‘Itban ibn Malik, bahwasanya Rasulullah saw mengerjakan shalat di rumahnya pada waktu dhuha, kemudian para sahabat berdiri di belakang beliau lalu mengerjakan shalat dengan shalat beliau.” [HR. Ahmad, ad-Daruquthni, dan Ibnu Hibban]
Ada pula satu hadis riwayat Ahmad, ad-Daruquthni, dan Ibnu Hibban dari A’idz ibn ‘Amr, yang menceritakan bahwa Nabi Muhammad saw pada suatu kesempatan pernah melaksanakan shalat dhuha bersama para sahabat beliau.

Wallahu a’lam bish-shawab.
◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Copyright © 2012. Risman Munajat Note's - All Rights Reserved B-Seo Versi 5 by Blog Bamz